1. Pendahulun
PAUD
(Pendidikan anak usia dini) adalah pendidikan prasekolah yaitu
endidikan di mana anak belum memasuki pendidikan formal. PAUD diterapkan
pada anak usia hingga 6 tahun, dimana rentang usia dini merupakan saat
ynag tepat dalam mengembangkan potensi dan kecerdasan anak. Pengembangan
potensi anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak
pada kehidupan masa depannya. Sebaliknya, pengembangan potensi yang
asal-asalan akan berakibat potensi anak yang sebenarnya.
Pendidikan
anak dini usia berkaitan dengan asas pendidikan partisipatif, di mana
pendidikan diselenggarakan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang sitemik, terbuka dan
multi makna. Paradigma baru pendidikan anak dini usia lebih merupakan
sutau proses pembudayaan dan pemberdayaan berdasarkan prinsip memberi
ketauladanan, dorongan dan tentunya dilakukan dengan prinsip otonomi,
tranparansi dan akuntabilitas publik.
Pendidikan
Anak Usia Dini dalam konsep pembinaan dan pengembangan anak dihubungkan
pembentukan karakter manusia seutuhnya. PAUD sangat esensial bagi
kelangsungan bangsa, penting dan perlu menjadi perhatian serius dari
pemerintah. PAUD sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia harus
dipandang sebagai titik sentral mengingat pembentukan karakter bangsa
dan kehandalan sumber daya manusia ditentukan bagaimana penanaman sejak
anak usia dini, pentingnya pendidikan pada masa ini sehingga sering
disebut dengan masa usia emas (the golden ages).
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam system pengajaran
terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya laboratorium.
Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide
dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan audio visual,juga komputer. Prosedur,
meliputi jadwal dan metode penyampian informasi, praktik, belajar, ujian
dan sebagainya. Sudjana (1987) Pembelajaran adalah penyiapan suatu
kondisi agar terjadinya Belajar. Mariana (2005) Pembelajaran adalah
upaya logis yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan belajar anak.
Pembelajaran sangat tergantung kepada pemahaman guru tentang hakikat
anak sebagai peserta atau sasaran belajar.
Rumusan
tersebut tidak terbatas dalam ruang saja, akan tetapi juga system
pembelajaran. System pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca
buku, belajar dikelas atau disekolah, karena diwarnai oleh organisasi
dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk
membelajarkan peserta didik. Hartati (2005), pembelajaran anak usia dini
merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang dewasa
lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan.
Interaksi yang dibangun tersebut merupakan factor yang mempengaruhi
tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini disebabkan
interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak akan
memperoleh pengalaman yang bermaka, sehingga proses belajar dapat
berlangsung dengan lancer. Menurut Vigotsky berpendapat bahan pengalaman
interaksi social merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses
berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk
melalui interaksi dengan orang lain. Greeberg (1994) melukiskan
bahwapembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja,
bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pada
hakikatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran
pada pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan
karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan
berbagai ekplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain
merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Pembelajaran
diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan yang
dimiliki seperti kemampuan berbahasa , sosio-emosional. Motorik, dan
intelektual. Untuk itu pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar
anak merasa tidak terbebani dalam mencapai tugas perkembangnya. Agar
suasana belajar tidak memberikan beban dan membosankan anak, suasana
belajar tidak memberikan bebandan membosankan anak, suasana belajar
perlu dibuat secara alami, hangat dan menyenangkan. Aktivitas bermain
(playul activity) yang memberi kesempatan kepada anak untuk
berinteraksi dengan teman dan lingkungannya merupakan hal yang
diutamakan. Selain itu, karena anak merupakan individu yang unik dan
sangat variatif, maka unsure variasi individu dan minat anak juga perlu
diperhatikan.
3. Hakikat dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran.
3. Hakikat dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran.
Dalam
kegiatan pembelajaran, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dan
kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain
adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan
pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak
didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di
sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi
kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif tetapi pikiran dan mentalnya
kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak
merasakan perubahan di dalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya
adalah ‘peruhahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya
tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan
fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Proses pembelajaran yang akan dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut :
1. Berangkat
dari yang dimiliki anak. Setiap anak membawa segala pengetahuan yang
telah dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman barunya. Jika suatu
pengalaman belajar tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk
menciptakan pengetahuan baru, maka pembelajaran itu akan membosankan.
Pengalaman belajar hendaknya mengandung sebahagian unsur yang sudah
dikenal oleh anak dan sebahagian lainnya merupakan pengalaman yang baru.
2. Belajar
harus menantang pemahaman anak. Untuk memastikan terjadinya
pengembangan pada anak, aktivitas pembelajaran yang dirancang harus
menantang anak untuk mengembangkan pemahaman sesuai dengan apa yang
dialaminya. Bila anak mampu menyelesaikan tantangan pertama, maka anak
diberikan tantangan berikutnya yang lebih sulit dari pertama. Jika anak
tidak dirangsang dengan tantangan berikutnya, maka selain anak bosan
akan tetapi pemahaman anak tidak akan berkembang dengan optimal.
3. Belajar
dilakukan sambil bermain. Belajar melalui bermain dapat memberi
kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekpresikan
perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Bermain juga dapat
membantu anak mengenal diri sendiri, dengan siapa ia hidup, dan
dilingkungan mana ia hidup. Bermain merupakan sarana belajar, muncul
dari dalam diri anak, bebas dan terbebas dari aturan yang mengikat,
aktivitas nyata atau sesungguhnya, berfokus pada proses daripada hasil,
harus didominasi oleh pemain, serta melibatkan peran aktif dari pemain.
4. Menggunakan
alam sebagai sarana pembelajaran. Alam merupakan sarana yang tak
terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan berinteraksi dalam membangun
pengetahuannya. Robin Dranath Tagore menggunakan model pembelajarannya
hampir 90 % kegiatannya dilakukan dengan berinteraksi dengan alam. Anak
diajarkan dapat membangun ikatan emosional di antara teman-temannya,
menciptakan kesenangan belajar, menjalin hubungan serta mempengaruhi
memori dan ingatan yang cukup lama akan bahan-bahan yang dipelajari.
5. Belajar
dilakukan melalui sensorinya. Anak memperoleh pengetahuan melalui
sensori atau inderawinya yaitu: peraba, pencium, pendengar, penglihat
dan perasa. Setiap sensori anak akan merespon stimulan atau rangsangan
yang diterima. Oleh karenanya pembelajaran hendaknya memberikan
stimulasi yang dapat merangsang setiap sendori yang dimiliki anak.
6. Belajar
membekali keterampilan hidup. Belajar harus dapat membekali anak untuk
memiliki keterampilan hidup (life skill) sesuai dengan kemampuan anak,
dengan demikian anak diajarkan untuk memiliki kemandirian dan rasa
tanggungjawab terhadap dirinya. Misalnya mampu memakai sepatu, menyisir
rambut, makan dan minum sendiri, dan sebagainya.
7. Belajar
sambil melakukan. Student Avtive learning adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang diilhami oleh John Dewey (learning by doing) dan
diteruskan oleh Killpatrik dengan pengajaran proyek. Pembelajaran proyek
sangat memberikan kesempatan pada anak untuk aktif, may bekerja dan
secara produktif menemukan berbagai pengetahuan baru.
4. Strategi Pembelajaran PAUD
Dalam
teori belajar konstruktivisme, bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Dalam prakteknya teori ini antara lain terwujud dalam
“tahap-tahap perkembangan” dikemukanan oleh Jean Piaget dengan belajar
bermakna “dan “belajar penemuan secara bebas” oleh Jerome Bruner.
Conny (2002) menyatakan bahwa belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri, setelah difahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (from within).
Conny (2002) menyatakan bahwa belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri, setelah difahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (from within).
Jean
Piaget Piaget penganut faham kongnitifistik, menyatakan bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi,
adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah
ada dalam benak anak, (2) akomodasi, adalah penyusunan struktur kofnitif
ke dalam situasi yang baru, dan (3) equalibrasi, adalah penyesuaian
antara asimilasi dan akomodasi. Tanpa proses ini perkembangan kognitif
seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur
(disorganized).
Menurut Piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui anak, yang dalam hal ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu (a) tahap sensori-motor (ketika anak berumur 0-2 tahun), (b) tahap pra-operasional (2 sampai 7 tahun), (c) tahap operasional kongkrit (7-11 tahun), dan (d) tahap operasional formal (11-18 tahun).
Menurut Piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui anak, yang dalam hal ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu (a) tahap sensori-motor (ketika anak berumur 0-2 tahun), (b) tahap pra-operasional (2 sampai 7 tahun), (c) tahap operasional kongkrit (7-11 tahun), dan (d) tahap operasional formal (11-18 tahun).
Strategi
pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran anak usia dini. Paling tidak ada tiga jenis strategi yang
berkaitan dengan pembelajaran, yakni :
- strategi pengorganisasian pembelajaran,
- strategi penyampaian pembelajaran, dan
- strategi pengelolaan pembelajaran.
Penyampaian
pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai untuk menyampaikan
pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan siswa, dan dalam
struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan
menekankan pada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula
pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa.
Strategi
pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan,
melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar. Beberapa
strategi yang sering digunakan untuk pembelajaran anak usia dini antara
lain :
a. Cyrcle
Time, pada strategi pembelajaran ini kegiatan anak-anak duduk melingkar
dan guru berada di tengah lingkaran. Berbagai kegiatan, seperti membaca
puisi, bermain peran, bernyanyi, mengaji, atau bercerita, dan
sebagainya.
b. Sistem
Kalender, pembelajaran dihubungkan dengan kalender dan waktu. Guru
menandai tanggal-tanggal pada kalender yang terkait dengan berbagai
kegiatan, seperti Hari Kemerdekaan, Hari Kartini, Hari Pendidikan
Nasional, Hari Pahlawan dan Hari Besar Nasional dan Hari Besar Agama
seperti Hari Raya Aidil Fitri, Bulan Ramadhan, Hari Natal, Hari Nyepi,
Waisyak, dan sebagainya. Selanjutnya guru harus mendesain kegiatan
belajar dengan menggunakan tema-tema sesuai dengan hari tersebut,
misalnya Hari Kartini, anak-anak memakai pakaian kebaya, dll.
c. Small
Project, metode ini melatih anak bertanggungjawab untuk mengerjakan
proyeknya. Proyek merupakan kegiatan investigasi dan penemuan dari suatu
topik yang memiliki nilai penting bagi anak (Katz, 2004). Investigasi
ini biasanya dikerjakan dalam kelompok kecil 3-4 orang atau secara
individual. Setiap kelompok diberi proyek kecil, misalnya menemukan
berbagai jenis daun yang khas di daerahnya dan mengecapnya dengan
berbagai warna di sehelai kertas manila. Jadi proyek merupakan kegiatan
investigasi dan penemuan, bukan semata-mata untuk menemukan satu jawaban
yang benar dari suatu persoalan. Metode ini melatih anak bekerjasama,
bertanggungjawab, dan mengembangkan kemampuan sosial. Metode ini
memiliki 3 fase. Pada fase Pendahuluan, guru menyampaikan topik dan
persoalan. Topik dan persoalan hendaknya menarik dan familier bagi anak.
Anak-anak diajak untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang terkait
dengan persoalan tersebut. Sebagai contoh pada saat makan kentang
goreng, guru mengajukan persoalan bagaimana cara menanam kentang.
Anak-anak mencoba menjawab dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Fase kedua ialah fase Penemuan. Guru menyediakan kentang dan anak-anak secara berkelompok mencoba menanam kentang dengan berbagai cara. Anak-anak memberi air dan mengamati pertumbuhan kentangnya.
Fase kedua ialah fase Penemuan. Guru menyediakan kentang dan anak-anak secara berkelompok mencoba menanam kentang dengan berbagai cara. Anak-anak memberi air dan mengamati pertumbuhan kentangnya.
d. Kelompok
Besar (Big Team), metode ini menggunakan kelompok besar, yaitu satu
kelas penuh untuk membuat sesuatu. Misalnya untuk mendirikan tenda yang
besar di dalam kelas, semua anak memegang peran, guru bertugas memberi
aba-aba. Anak biasanya amat puas setelah sesuatu berhasil dikerjakan
bersama-sama.
e. Kunjungan,
anak sangat senang melihat langsung berbagai kenyataan yang ada di
masyarakat melalui kunjungan. Kegiatan kunjungan memberi gambaran bagi
anak akan dunia kerja, dunia orang dewasa sehingga mendorong anak untuk
mengembangkan cita-cita. Banyak orang menjadi pilot karena diajak
orangtuanya melihat pameran dirgantara, mengunjungi museum pesawat
terbang, atau karena diajak naik pesawat terbang. Berbagai kegiatan
kunjungan seperti ke Museum Perjuangan, Museum Dirgantara, Perpustakaan,
Kepolisian, Dinas Pemadam kebakaran memberi inspirasi anak untuk
mengembangkan cita-citanya (learning to be), misalnya untuk menjadi
Polisi, TNI, Pemadam Kebakaran, Pilot, dan sebagainya. Kunjungan
merupakan hal yang menyenangkan bagi anak. Museum dirgantara merupakan
salah satu tempat yang disukai anak. Anak dapat naik pesawat, menggambar
pesawat, dan mendengarkan cerita tentang pilot. Siapa tahu akan banyak
anak yang bercita-cita jadi pilot.
f. Permainan,
permainan yang menarik dan tidak banyak aturan pada umumnya disukai
anak-anak. Guru dapat menggunakan permainan untuk membelajarkan anak.
Caranya, guru mengajarkan permainan tersebut kepada anak. Setelah anak
mampu memainkannya, guru menambahkan muatan edukatif pada permainan
tersebut, sehingga secara tidak langsung anak belajar. Berbagai jenis
permainan, seperti Gobag so dor (go back to door), Suda-manda,
Petak-umpet, dan bermain peran amat potensial untuk membelajarkan anak.
Membelajarkan anak menggunakan esensi bermain dikenal dengan bermain
sambil belajar.
g. Bercerita,
bercerita merupakan salah satu metode untuk mendidik anak. Berbagai
nilai-nilai moral, pengetahuan, dan sejarah dapat disampaikan dengan
baik melalui cerita. Cerita ilmiah maupun fiksi yang disukai anak-anak
dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan. Cerita dengan tokoh yang
baik, kharismatik, dan heroik menjadi alat untuk mengembangkan sikap
yang baik kepada anak-anak. Sebaliknya tokoh yang jelek, jahat, dan
kejam mendidik anak untuk tidak berperilaku seperti itu karena pada
umumnya tokoh jahat di akhir cerita akan kalah dan sengsara. Cerita
tentang Kepahlawanan, heroisme, dan pemikiran yang cerdas dari para
Pahlawan dapat mendidik anak agar kelak memiliki jiwa kepahlawanan. Jadi
cerita amat potensial untuk mendidik anak, dan oleh karenanya guru anak
usia dini sebaiknya pandai bercerita.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh para guru ketika mengembangkan program secara umum, diantaranya:
a. Sebelum
memulai pengembangan program pembelajaran hendaklah guru sudah
meyakinkan diri bahwa dia sudah memahami perkembangan dan karakteristik
anak secara memadai
b. Sebelum
memulai pengembangan program pembelajaran hendaklah guru sudah
meyakinkan diri bahwa dia sudah memahami ruang lingkup program , baik
dari dimensi isi bahan kajian maupun dari dimensi pengembangan kemampuan
anak.
c. Jika
rambu-rambu 1 dan atau 2, tidak terpenuhi hendaklah dalam pengembangan
program pembelajaran anda melakukannya secara kelompok (teamwork).
Bahkan jika diperlukan dan memungkinkan tim anda mengundang ahli khusus
atau konsultan, sehingga anda dan tim dapat bekerja lebih optimal.
d. Bentuk
dan wujud program yang dapat dihasilkan oleh anda dan atau tim, dapat
berupa program satu tahun, semester, catur wulan, bulan, minggu atau
hari atau juga insidental. Jadi dapat disesuaikan dengan kebutuhan
lembaga dan kepentingan program lain secara keseluruhan
e. Sebaiknya
diinventarisir seluruh yang dapat memberikan kontribusi (sumbangan)
terhadap pengembangan pembelajaran di tempat anda, sehingga program
mendapatkan dukungan semua fihak (total environment).
f. Kemaslah
isi program yang memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan, keluwesan,
kesinambungan, kebermaknaan dan fungsionalitas. Sehingga program yang
dihasilkan lebih adaptif terhadap berbagai prubahan kondisi lingkungan
belajar, apalagi beberapa karakteristik anak usia dini menunjukkan sifat
yang amat situasional.
0 komentar:
Posting Komentar