Makalah Tentang Keistimewaan Al Qur'an

KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN DI SEPANJANG ZAMAN

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan cara mutawatir (berangsur-angsur) dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Jika kita tengok sejarah terjadi perbedaan pendapat mengenai kapan turunya al-Qu’an. Sebagian ulama’ mengatakan al-Qur’an turun dari lauhu al-mahfudh ke langit bumi pada tanggal 18 Romadhon, sebagian ulama’ yang lain mengatakan tanggal 24 Romadhon. Akan tetapi ketika diturunkan pada Rosulullah pertama kali tepat jatuh pada tanggal 17 Romadlon / 6 agustus 610 M yang berupa surat al- ‘Alaq 1-5 :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah(3). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam(4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ( al-‘alaq 1-5 )
Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan kebutuhan manusia juga kebutuhan zaman. Dari situlah al-qur’an turun secara bertahap sesuai dengan masalah serta tantangan dikala itu juga atas kebesaran Allah SWT al-qur’an datang untuk menjawab seluruh masalah pada zaman mendatang. Dalam kitab “ فيض الخبير “ dijelaskan pembagian ayat sesuai tinjauan tertentu seperti :
1. Ditinjau dari tempatnya, ada dua :
a. Ayat makiyyah (مكي ) : yaitu ayat-ayat yang turun sebelum Rosulullah hijroh ke madinah walaupun secara persis tidak turun di makkah semisal di Tan’im, atau di Arofah.
b. Ayat Madaniyyah (المدني ) : yaitu ayat-ayat yang turun setelah Rosulullah Hijrah ke madinah meskipun turunya secara pasti di madinah.
2. Ditinjau dari keberadaan Rosul
a. Ayat Safari ( السفري ) : yaitu ayat yang turun ketika Rosul dalam keadaan bepergian. Seperti :
- Ayat tayammum yang turun saat Rosul berada di daerah “dzati jaisin”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَ�$89 الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (6)
- Surat al-fath turun di “kuroil ghomim”
- Ayat واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى turun ketika Rosul haji ke mekkah pada tahun 10 H
- Ayat واتقوا يوما ترجعون turun saat Rosul berada di Mina.
b. Ayat Hadlory (الحضري ) : yaitu ayat-ayat yang turun ketika Rosul tidak dalam keadaan bepergian. Pada dasarnya hampir semua ayat itu turun ketika Rosul tidak dalam keadaan bepergian.
3. Ditinjau dari waktu siang dan malamnya terbagi menjadi dua :
a. Ayat Laili (الليلي ) : yaitu ayat-ayat yang turun di waktu malam hari seperti :
- Ayat perubahan arah kiblat turun pada saat sholat subuh
- Ayat قد نرى تقلب وجهك في السماءyang turun pada waktu subuh.
- Surat al-an’am
b. Ayat Nahari(النهاري ) : yaitu ayat-ayat yang turun di waktu siang hari.
4. Ditinjau dari musimnya, terbagi menjadi dua :
a. Ayat Shoifi : yaitu ayat-ayat yang turun pada musim panas. Seperti :
- Ayat kalalah surat an-nisa’ ayat : 12
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (12)
b. Ayat Syita-i : : yaitu ayat-ayat yang turun pada musim dingin. Seperti :
- Ayat إن الذين جاؤوا بالإفك
- Surat al-ahzab
Dilihat dari sisi kehebatan dan keistimewaan al-qur’an dari berbagai aspeknya tentu tidak ada habisnya jika kita membahasnya. Akan tetapi dalam kesempatan ini kami mencoba mengutip satu pembahasan yang ternukil dalam suatu buku yang berjudul “Al-Qur’an dan rahasia angka-angka” yang dikarang oleh Dr.Abu Zahro’ an Najdi dan buku “The History Of The Qur’anic Teks” karangan Prof.Dr.M.M Al-‘Azami yang akan kami jabarkan dan kami ringkas sesuai dengan pembahasannya dan sesuai dengan kapasitas pemahaman kami.
A. Dari sisi Perbandingan Dengan Kitab Lain
Jika dibandingkan dengan kitab-kitab yang terdahulu – Taurat, Zabur, Injil- maka Al-Qur’anlah yang paling bisa dikatakan lebih otentik karena beberapa hal :
a. Ditulis saat Rasulullah masih hidup, dengan dibarengi adanya larangan penulisan masalah lainnya yaitu hadits, karena di saat itu hadits Rosul benar-benar dilarang untuk ditulis karena dikhawatirkan adanya percampuran dengan al-qur’an. Sehingga kemungkinan adanya pencampuran adalah sangat kecil. Sementara yang lain seperti Perjanjian Lama yang merupakan himpunan kitab/fasal, ditulis selama lebih dari dua abad setelah musnahnya teks asli pada zaman. Nebukadnezar, yang ditulis kembali berdasarkan ingatan semata oleh seorang pendeta Yahudi yang bernama Ezra dan dilanjutkan oleh pendeta – pendeta Yahudi atas perintah raja Persia , Cyrus pada tahun 538 sebelum Masehi.
b. Al-Qur’an masih memakai bahasa asli sejak wahyu diturunkan yaitu bahasa Arab, bukan terjemahan ataupun bahasa buatan. Bagaimanapun terjemah telah mengurangi keotentikan suatu teks. Bibel sampai ke tangan umatnya dengan Bahasa Latin Romawi. Bahasa Ash Taurat adalah Ibrani, sedang bahasa Asli Injil adalah Aramaik. Keduanya disajikan bersama dalam paket Bibel berbahasa Latin yang disimpan dan disajikan untuk masing-masing negara melalui bahasanya sendiri-sendiri, dengan wewenang penuh untuk mengubah dan mengganti sesuai keinginan
c. Al-Qur’an banyak dihafal oleh umat Islam dari zaman Rasulullah sampai saat ini. Sedangkan Bibel, boleh dibilang tidak ada. Jangankan dihapal, di Indonesia sendiri Bibel umat Katolik baru boleh dibaca oleh umatnya pada tahun 1980
d. Materi Al-Qur’an tidak bertentangan dengan akal, dan relevan sepanjang masa. Sementara Bibel mengandung banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan mengandung pornografi.

B. Penulisan Al-Qur’an
a) Sejarah Penulisannya
Keaslian al-Qur’an di kalangan Muslim adalah suatu kepastian yang sudah lazim baik susunan ataupun materinya. Selain karena penjagaan Allah, hal ini tidak lepas dari usaha Rasulullah dan para penerusnya hingga saat ini dalam menjaga keaslian al-Qur’an; huruf per-huruf, ayat per-ayat, hingga surat dan susunannya. Dengan begitu umat Muslim terhindar dari peringatan Allah swt. Untuk tidak merubah al-Qur’an sebagaimana yang pernah dilakukan oleh umat sebelumnya . seperti yang dilukiskan Allah SWT dalam firmanya Surat Al-Baqoroh ayat 75
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75)
Artinya : Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?] (QS. Al-Baqarah: 75).

Allah Swt telah menjanjikan suatu penjagaan bagi kitab terakhir yang pernah diturunkan kepada umat manusia ini. Hal ini sesuai dengan firmanNya surat al-Hijr ayat : 9

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9).

Dan sekaligus menjadi bukti bahwa Muhammad adalah nabi akhir zaman, sebab ajarannya tetap terpelihara dan tak satupun umatnya berani merubah walaupun satu huruf. Janji Allah tersebut setidaknya terbukti dengan upaya-upaya penjagaan oleh kaum Muslim yang telah berlangsung selama lebih dari 14 Abad. Upaya tersebut dapat disimpulkan dalam dua cara :
1. Penulisan Mushhaf seperti yang sampai kepada kita
2. Upaya penghafalan oleh para Qurra’ (pengkaji al-Qur’an) yang tersebar dipenjuru dunia Islam.
Dua macam upaya ini sudah berjalan sejak zaman Rasulullah saat wahyu diturunkan.

b) Penulisan dan Pengajaranya Pada Masa Rasulullah
Rasulullah sangat berdisiplin dan hati-hati dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, dimana ayat- ayat yang baru turun harus dihapal oleh para sahabat saat itu juga, mereka tidak diizinkan pergi sebelum hafal seluruhnya, setelah itu mereka sampaikan kepada mereka yang tidak hadir, Ayat yang sudah mereka hafal tersebut kemudian mereka lakukan tadarusan (membaca dan mengkajinya) bersama disalah satu rumah di pojok kota Makkah, demi menghindari ancaman orang-orang Quraisy.
Pada saat Rasulullah berada di Madinah, 2/3 al-Qur’an sudah diturunkan.Hal ini membuat Rasulullah harus bekerja keras mengajarkan al-Qur’an kepada kaum Anshor yang baru masuk Islam. Begitu besarnya tuntutan tersebut hingga Rasulullah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabat. Maka tidak heran jika ada satu kelompok yang kita kenal sebagai ahlu as-suffah yaitu para sahabat yang menetap/tinggal di masjid untuk belajar al-Qur’an, dan dari antara merekalah muncul nama-nama seperti Ibnu Abbas (Muhajirin), Ubay bin Ka’ab (Anshor),Abu huroiroh dan lain sebagainya yang kelak merekalah yang paling berperan dalam melakukan kodifikasi wahyu. Lain dari pada itu cara pengajaran yang dilakukan oleh Rasulullah sangatlah berdisiplin dimana al-Qur’an diajarkan persepuluh ayat sampai para sahabat hafal dan paham maknanya bahkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian baru pindah pada sepuluh ayat berikutnya.
Pada zaman Nabi upaya penulisan sudah mulai dilakukan walaupun dengan media yang sangat sederhana di antaranya batu tulis, tulang-tulang, pelepah pohon. Dalam suatu Riwayat yang dari Imam Al-Bukhori menerangkan sebagaimana berikut:
Ubaidullah mengatakan kepada kami dari Musa dari Israil dari Abi Ishaq dari al-Barraa’, rnengatakan: Ketika turun (ayat yang artinya {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri dari para mu’min dengan mereka yang berjihad di jalan Allah } Nabi Saw. Berkata : panggilkan untukku Zaid dengan membawa batu tulis dan tinta serta tulang, atau tulang dan tinta, kemudian berkata: tulislah {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri.(HR.Bukhori).
Riwayat lain menyebutkan media lain berupa pelepah pohon.Dengan media seperti di atas maka logis sekali jika diriwayatkan bahwa lembaran-lembaran al-Qur’an tersebut memenuhi satu ruang (gudang) ditempat Hafsah, istri Nabi Muhammad Saw yang ke-empat.
Upaya penulisan yang mereka lakukan bahkan terbilang ketat, sebab penulisan selain wahyu oleh para sahabat tidak diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan begitu wahyu Allah tidak tercampur oleh perkataan dan perilaku Nabi yang kemudian disebut Hadits.
Penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah pada masa itu ada empat orang dari kaum Anshor yaitu :
a) Mu’adz bin Jabal
b) Ubay bin Ka’ab
c) Zaid bin Tsaabit dan
d) Abu Zaid
dalam riwayat lain menyebutkan :
a) Abu ad-Darda’
b) Mu’adz bin Jabal
c) Zaid bin Tsabit dan
d) Abu Zaid
Selain mereka juga ada beberapa sahabat Yang menulis untuk diri mereka sendiri. Penulisan yang dilakukan oleh Aisyah bahkan sudah berbentuk mushhaf (berbentuk seperti buku) sebagaimana tersebut dalam riwayat Imam Muslim dalam kitabnya.
Sangat tidak masuk akal jika ada yang menyatakan bahwa tulisan al-Qur’an telah hilang karena yang tertulis di atas tulang telah pudar dan yang ditulis di atas daun telah dimakan oleh binatang.
Selain adanya upaya penulisan, maka upaya penjagaan melalui hafalan adalah kegiatan yang umum dilakukan oleh para sahabat, di mana para sahabat saat itu akan merasa malu jika tidak hafal al-Qur’an. Sebegitu merebaknya tradisi hafalan tersebut hingga ada riwayat yang mengatakan bahwa dari sekian jumlah penduduk muslim Madinah saat itu hanya 4-6 orang saja yang tidak hafal.
Tradisi periwayatan lisan (hafalan) dalam budaya Arab sangatlah kental, apalagi pada masa Rasulullah Saw. Di mana budaya baca tulis belum meluas –budaya tulis menulis setelah 1,5 abad kemudian-. Begitu kentalnya hingga mereka menemukan metode periwayatan yang ekstra hati-hati. Dalam metode yang mereka pakai dikenal adanya istilah Jarh wa at¬ta ‘diil (kritik dan seleksi atas kredibelitas perowi), sehingga suatu riwayat yang datang dari seorang yang tidak dipercaya tidak akan digunakan. Masing-masing riwayat yang diakui juga memiliki ciri sendiri berdasarkan keutuhan matan (materi riwayat), sanad (silsilah riwayat sampai ke sumbernya), serta periwayat, baik jumlah maupun kredibelitasnya.
Dengan tradisi periwayatan dan hafalan seperti diatas, tentu saja al-Qur’an mendapatkan perlakuan yang paling Istimewa. Apalagi metode pengajaran al-Qur’an yang diterapkan pada masa itu salah satunya adalah metode at-Talaqqy wal `ardl (tatap muka langsung antara guru dan murid dengan komunikasi dua arah, dengan system learning and presentation) yang akhirnya menjadi dasar-dasar dalam kodifikasi al-Qur’an, yaitu: “Mengambil materi riwayat yang paling akurat serta cara periwayatan yang paling benar, bukan sekedar yang umum clan sesuai dengan standar bahasa Arab
Dalam suatu riwayat lain dikatakan :

Dari ‘Fathimah ra, “Nabi Saw membisikkan kepadaku: ‘Jibril telah mengajariku al-Qur’an setiap tahunnya, dan dia mengajariku tahun ini dua kali, dan aku tidak melihat itu kecuali ajalku telah dekat” (HR. Bukhari) .

Riwayat di atas menerangkan bahwa al-Qur’an selalu diajarkan oleh Jibril kepada Nabi, sebagai pembawa wahyu, yaitu pada bulan Ramadlan pada setiap tahunnya hingga masa berakhirnya penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Pada tahun yang terakhir, menjelang wafatnya, Jibril datang dua kali untuk mengajariNya al-Qur’an.
Pandangan pewahyuan melalui Jibril utusan Allah untuk disampaikan kepada Rasulullah –salah satu caranya dengan dibacakan- secara gradual selama 23 tahun lebih dapat diterima akal ketimbang penggambaran satu buku diturunkan dari langit. Pengajaran dengan system at-talaqqy wal `ardli yang dilakukan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw tersebut diteruskan kepada para sahabat. seperti yang dituturkan oleh riwayat berikut ini :
Dan berkata kepada kami Amru an-Naqid, berkata kepada kami Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad, berkata kepada kami Ayahku dari Muhammad bin Ishaq ia mengatakan, berkata kepadaku Abdullah bin Abi Bakar bin Muharnmad bin Amru bin Hazm al-anshaary dari Yahya bin ‘Abdullah bin Abdirrahman bin Sa’ad bin Zurarah dari Ummi Hisyam binti Haritsah bin an-Nu’man mengatakan: Tungku api kami dan tungku api Rasulullah adalah satu selama satu atau dua tahun atau lebih, dan saya tidak pernah mengambil (menghafalkan) (surat) Qaaf dari al-Qur’an yang mulia kecuali dari lisan Rasulullah Saw. Yang selalu beliau baca pada hari jum’at di atas mimbar ketika berkhutbah dihadapan jama’ah. (HR. Muslim) .

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah seringkali meminta sahabatnya untuk membacakan al-Qur’an dihadapannya. Diantara para sahabat yang ditunjuk oleh Rasulullah untuk mengajarkan al-Qur’an adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz, serta Ubay bin Ka`ab .

D. Bahasa Al –Qur’an
Allah Swt. Telah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa bahasa yang dipergunakan dalam pewahyuan adalah bahasa Arab (bilisanin ‘arabiyyin mubiin) dengan bahasa Arab yang jelas. Hal itu digambarkan dala al-Qur’an surat asy-Syu’aro’ ayat 195
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195)

Lebih spesifik lagi riwayat Imam Bukhari tentang kodifikasi wahyu masa Utsman menyebutkan bahwa al-Qur’an ditulis dengan bahasa Arab Quraisy yang merupakan bahasa utama dikalangan suku-suku di Jazirah Arab. Tampilnya bahasa Quraisy, sebagai bahasa utama tidak terlepas dari keberadaan suku tersebut yang lebih dominan dalam kancah perdagangan dan posisi strategisnya yang ditempati Ka’bah, dimana ka’bah menjadi pusat kegiatan ritual kepercayaan mereka menjelang datangnya Islam.
Rasulullah dilahirkan di kalangan Suku Quraisy bahkan dari klan terpandang yaitu Bani Hasyim dan tentunya bahasa keseharian beliau adalah bahasa Arab Quraisy. Walaupun pada dasarnya beliau mengusai dialek-dialek lain karena dibesarkan di Bani Saad yang oleh masyarakat Arab dikenal sebagai suku Paling fasih dalam berbahasa. Jika kemudian ketika beliau mendapatkan wahyu dari Allah Swt. Dalam bahasa Arab, adalah suatu hal yang sangat wajar melihat latar belakang bahasa beliau. Justru tidak logis kalau al-Qur’an menggunakan bahasa lain yang tidak dipahami masyarakat Arab.
Kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab hendaknya dijadikan acuan para pengkaji Al-Qur’an sehingga kesalah pahaman dapat sedikit mungkin dihindari. Mengindahkan kenyataan di atas sama saja dengan mengesampingkan dan menutup-nutupi fakta.
Dan sudah maklum bahwa masyarakat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad Saw. Pada awal masa dakwahnya adalah masyarakatnya sendiri yaitu masyarakat Arab dan yang paling dekat Quraisy. Oleh sebab itu untuk mendapatkan makna yang tepat dari al-Qur’an seorang pengkaji mestinya merujuk kepada bahasa Arab yang berlaku saat itu, atau minimal yang mendekati masa itu. Itulah sebabnya para ulama seringkali merujuk kepada syair-syair jahili karena lebih dapat menjelaskan pemakaian kata pada masa itu.
Kesamaan kata dalam bahasa serumpun bukan menjadi alasan untuk membacanya dengan bahasa tersebut karena memiliki makna yang berbeda. Antara dialek satu dengan lain dalam satu bahasa saja kadang memiliki makna yang berbeda apalagi bahasa serumpun. Kata “kereta” misalnya di Jawa dipahami sebagai kendaraan yang ditarik oleh kuda, tapi di Medan dipahami sebagai sepeda motor, kata yang sama dengan dua makna di dua tempat yang berbeda. Tapi jika tulisan yang memakai kata “kereta” tersebut ditulis oleh orang Jawa maka tidak mungkin di pahami sebagai sepeda motor, kecuali penulisnya mengisyaratkan demikian.

E. Susunan al-Qur’an
Hadits suatu Nabi menyatakan “Al-Qur’an hanya bisa dipahami secara mendalam setelah memandang berbagai seginya” (al-Hadits). Seperti yang dikutip oleh Muhammad Arkoun dalam kajian ulumul Qur’an-nya.
Jika ada yang mengeluh kesusahan memilah ayat untuk mencari membahas satu tema, saat ini sudah banyak sarana mencarinya. Tapi melihat al-Qur’an dengan cara memilah-milah saja akan menghilangkan banyak makna. Coba anda bayangkan jika seseorang hanya mengambil ayat jihad saja. Atau sebaliknya ayat-ayat kasih sayang saja. Jika kita kembali pada konsep tauhid dan konsep kemasyarakatan yang tertulis dalam ketiga kitab, begitu pula yang disampaikan oleh al-qur’an yaitu dua konsep :

1. konsep tauhid
sama-sama kita ketahui bahwa dalam a-Qur’an sangat banyak sekali ayat yang menggambarkan tentang tauhid. Coba kita telaah sekilas, Al-Qur’an yang dimulai dengan al-Fatihah dan di akhiri dengan an-Nas. Jika Al-fatihah disebut sebagai ummul kitab, hal itu tidak lah terlalu berlebihan, sebab disitulah inti ajaran tauhid. Setelah mengagungkan nama Allah kemudian menyatakan bahwa hanya kepada-Nya-lah menyembah dan memohon. Setelah itu memohon jalan orang¬orang yang telah selamat memegang konsep dasar tauhid, jalan orang-orang yang mendapat ni’mat. Kemudian memohon agar terhindar dari kesalahan mereka yang telah menentang dan menghapuskan konsep itu. Konsep tauhid ini kemudian mewarnai semua surat. Dalam setiap pembahasan baik ibadah dan kehidupan selalu dikaitkan dengan Tauhid.
Di akhir a-Qur’an surat-surat terakhir yaitu surat mu’awidzatain, konsep tauhid itu dinyatakan dengan sangat tegas lagi. Allah hanya Satu dan Allah lah tempat memohon –lihat makna ini dalam al¬fatihah-. Lantas ditutup dengan permohonan agar keimanan diselamatkan dari gangguan makhluq dari dimensi non-materi, dan makhluq dari dimensi materi.

2. konsep kemasyarakatan
konsep kemasyarakatan mempunyai dua kategori yaitu
a. kasih sayang
yang dalam al-Quran digambarkan dengan mengasihi fakir miskin, yatim piatu, orang tertindas, musafir dll.
b. keadilan
yang dalam Al-Qur’an digambarkan dengan ‘Qisas’, nyawa dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi, luka ringan dengan luka ringan (mohon tidak dicampur dengan pandangan praktisnya). Kategori kedua ini menggambarkan rasa keadilan yang paling mendasar, Kesalahan berat diganjar berat, ringan diganjar ringan. Bukan berat diganjar ringan karena seorang tokoh, dan ringan diganjar berat karena rakyat jelata.

Satu konsep tauhid dan dua konsep kemasyarakatan untuk dua makhluq dari dua dimensi berbeda –materi dan non-materi¬ yaitu manusia dan jin. Semua itu disajikan oleh al-Qur’an dalam satu kesatuan, dan bukan dipisah. Sebab jika dipahami terpisah pasti banyak yang ditinggalkan. Jika dipisah maka keseimbangan akan goyah.
Kembali pada susunan al-Qur’an juga harus dilihat sama seperti melihat isinya. Ajaran yang sangat membutuhkan keseimbangan juga harus disampaikan dengan cara yang seimbang. Kita tidak bisa melihatnya dengan kaca mata kita yang suka melihat sesuatu menurut kehendak kita. Melihat susunan al-Qur’an secara parsial seakan kita memilah warna dari sekian banyak susunan bangunan yang berwarna pelangi. Kita kadang menginginkan yang merah saja, atau hijau saja tanpa memperhatikan bahwa kombinasi dari semuanya adalah keindahan. Yang jika dipisah maka hanya ada hamparan menjemukan seperti padang pasir dan lautan. Bahkan lautan pun dihiasi pelangi dan hamparan pasir dihiasi fatamorgana. Kita kadang harus memperhatikan para seniman dan sastrawan yang lebih bisa melihat keindahan hidup tanpa batasan teori yang kadang menghilangkan prinsip keseimbangan.

F. Keindahan Bahasa AI-Qur’an
Masyarakat Arab pada masa turunnya wahyu adalah masyarakat yang sangat mengagungkan bahasa. Syair-syair yang muncul dikalangan mereka selalu membawa pengaruh egara dan politik pada masa itu. Kemunculan Rasulullah Saw dengan ajaran yang baru dan sangat bertentangan dengan paham yang ada tentulah mengundang penentangan yang hebat, bahkan mengancam nyawa beliau. Sebagaimana Nabi-nabi lain yang telah terdahulu, setiap nabi dibekali dengan mukjizat yang dapat menaklukkan penentangan kaumnya sehingga mereka mempercayai risalah yang dibawanya. Jika Nabi Musa yang berhadapan dengan Fir’aun dan bala tentaranya – yang terkenal dengan kehebatan magic – dibekali dengan mukjizat yang dapat menandingi sihir, maka Rasulullah Muhammad Saw. Yang berhadapan dengan masyarakat yang sangat mengagumi keindahan bahasa dibekali oleh dengan Mukjizat al-Qur’an yang disampaikan dengan keindahan bahasa yang dapat menandingi kemampuan masyarakat Arab saat itu.
Keindahan gaya bahasa al-Qur’an terbukti telah menunjukkan keampuhan perannya sebagai mukjizat bagi keberhasilan dakwah Rasulullah Saw. Banyak sekali riwayat yang menyatakan bagaimana sebagian masyarakat Arab pada awal dakwah Islam dengan serta merta mengakui kenabian Muhammad Saw hanya setelah mendengar ayat-ayat Qur’an. Dalam sejarah kita mengenal salah seorang kholifah hebat yang terkenal dengan perkasa dan keadilanya. Beliau dalah Umar bin Khattab. Akan tetapi beliau pun masuk Islam setelah mendengar ayat yang dibaca oleh Rasulullah Saw. Sahabat Umar bukanlah seorang yang bodoh. Beliau adalah seorang yang sangat berani dan kritis dengan kemampuan berbahasa yang tinggi. Masih banyak lagi keislaman masyarakat Arab karena kekaguman mereka terhadap gaya bahasa al-Qur’an.
Keindahan bahasa al-Qur’an baik dalam pemakaian kata maupun penyusunannya, diakui oleh masyarakat Arab sendiri sejak awal mula diturunkan hingga saat ini. Gaya bahasa yang sangat indah dari AI-Qur’an sekaligus menafikan adanya campur tangan manusia di dalamnya termasuk Rasulullah Saw.
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang turun secara spontan. Dan tidak dapat disangkal bahwa redaksi yang disusun seseorang secara spontan, pasti mutunya lebih rendah dari yang disusun dengan berpikir lebih dahulu. Tetapi para kritikus bahasa setelah membandingkan ucapan Nabi Muhammad Saw dengan ayat-ayat Qur’an mengakui bahwa keindahan bahasa Al-Qur’an jauh melebihi keindahan bahasa Nabi Muhammad Saw. Kalau bukan dari Allah mana mungkin yang spontan lebih baik dari yang dipikir lebih dahulu.
Pakar-pakar bahasa mengakui bahwa setiap orang mempunyai gaya bahasa tersendiri yang merupakan khas masing-masing. Amat sulit bagi seseorang kalau enggan berkata mustahil untuk memiliki dua gaya bahasa yang berbeda. Jika anda membandingkan gaya bahasa al-Qur’an dengan gaya bahasa hadits maka anda akan menemukan suatu perbedaan yang menonjol.

G. Penjagaan AI-Qur’an
Di atas sudah kami singgung sedikit bagaimana Allah SWT menjaga AlQur’an dari masa ke masa. Yang sampai pada saat ini al-Qur’an terbukti masih asli dan tidak ada perubahan, pengurangan atau penabahan. Pada Zaman Rosul Al-Qur’an dijaga dengan cara ditulis dan di hafal para Sahabat.Setelah berakhir Pada zaman Khulafaur Rosyidin Al-Qur’an juga dijaga dengan cara di salin dan mulai adanya penggandaan. Menyusul kemudian pemerintahan Bani Umayyah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin pertama dari dinasti ini. Dan seperti pendahulunya Mu’awiyah telah memberikan sentuhan yang sangat berarti dengan menggalakkan pemberian tanda baca pada mushaf. Ini dilakukan ketika salah satu Gubernurnya di Basrah yaitu Ziyad bin Samiyah menyaksikan kekeliruan sebagian orang dalam membaca surat at-Taubah ayat 3, yang dapat melahirkan makna yang salah.
Pada masa ini mainstream pengajaran al-Qur’an oleh para sahabat dan tabiin masih menggunakan motode at-talaqqy wal ‘ardli yang mengacu kepada periwayatan dan talqin (pengajaran dengan cara instruksi dan dikte) karena tradisi tulisan belum membudaya. Selain empat khalifah sahabat-sahabat lain yang mempelopori pengajaran Qur’an dengan metode di atas adalah : Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ ari serta Abdullah bin Zubair. Sedangkan yang dari tabiin mereka adalah : Mujahid, Atho’, `Ikrimah, Qotadah, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, clan Zaid bin Aslam. Merekalah yang –dianggap- telah meletakkan dasar-dasar dari ilmu-ilmu al-Qur’an seperti : Ilmu Tafsir, ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu Nasikh mansukh, Ilmu Gharib al-Qur’an dan lain sebagainya.
Pada masa-masa selanjutnya ketika perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam mulai berkembang, pelayanan dan interaksi dengan Qur’an oleh para sarjana Muslim telah menghasilkan berbagai ilmu, baik yang ditujukan untuk penjagaan Qur’an seperti: Ilmu Tajwid (untuk menjaga kesalahan dalam membaca), Ilmu Qiroat (membahas variasi bacaan seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw.), Ilmu Rasm (membahas tata cara penulisan huruf), Ilmu Dlobth (membahas tata cara pemberian tanda baca), Ulum al-Qur’an (yang mencakup seluruh kajian tentang al-Qur’an seperti sebab-sebab turunnya wahyu dll.); ataupun yang merupakan hasil dari interaksi mereka dengan al-Qur’an seperti Ilmu Tafsir, ilmu Balaghah (retorika), Fan al-Qoshos al-Qur’aniyah (seni pengkisahan dalam Qur’an); termasuk juga Nahwu (gramatika Arab –yang merujuk kepada al-Qur’an-), atau yang bersifat seni seperti seni baca al-Qur’an dengan dilantunkan juga Kaligrafi.
Walaupun begitu kegiatan penghafalan al-Qur’an tetap berjalan sebagaimana mestinya, bahkan menjadi pelajaran dasar wajib bagi para pelajar khususnya pada abad-abad pertengahan. Tidaklah keterlaluan jika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Umat kita tidaklah sama dengan ahli kitab, yang tidak menghafalkan kitab suci mereka. Bahkan jlkalau seluruh mushhaf ditiadakan maka al-Qur’an tetap tersimpan di dalam hatl umat Muslim “

Namun demikian tradisi penghafalan Qur’an tetap berlanjut hingga hari ini, madrasah (sekolah) dan pesantren al¬-Qur’an tersebar di mana-mana di dunia Islam. Di Indonesia kita tidak sulit untuk mencari pesantren untuk Tahfidz al-Qur’an baik untuk tingkat anak-anak maupun dewasa. Beberapa diantaranya –untuk sekedar contoh- PP Al-Amanah, PP Al-Mardliyyah, Al-Fattah II yang berdomonasi di Tambakberas Jombang, PP Yambu’ul Qur’an- Kudus Pesantren Krapyak Jogja, PP Nurul Huda-Malang, Pp 4 Munawwariyyah-Malang, Pondok Darul Huffadz-Sulawesi Selatan, dan banyak lagi selainnya teru yang tidak mungkin disebutkan di sini semuanya. Beberapa perguruan tinggi di Timur-tengah bahkan masih mensyaratkan hafalan beberapa juz tiap tahun ajaran bagi mahasiswanya. Sedang di Indonesia beberapa pesantren non-tahfidz mencantumkan hafalan Qur’an dalam kurikulum yang mereka pakai.
Patut diingat, bahwa dalam pengajaran al-Qur’an (Tahfidz al-Qur’an) yang menggunakan metode at-talaqqy wal `ardl juga disertai dengan sanad yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah, sanad tersebut hanya diberikan kepada murid yang benar-benar menguasai hafalannya. Berdasarkan sanad yang ada di Indonesia rata-rata para Qurra’tersebut merupakan generasi ke 28 ke atas.
Kita masih beruntung bahwa saat ini masih dapat menyaksikan kebenaran Janji Allah Saw. Dalam menjaga kitab yang diturunkan melalui Rasulullah Saw. Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (17)
Artinya : Dan telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk dipelajari maka adakah orang yang mempelajari](al-qamar: 17),

kemudahan para penghafal Qur’an dalam menjalankan aktifitas hafalannya tidak lepas dari janji Allah ini, dan janji tersebut telah terbukti diantaranya dengan semangat umat Muslim dalam menghafal Qur’an yang tidak kurang peminatnya hingga saat ini. Janji Allah yang kedua adalah :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
[Sungguh kamilah yang telah menarunkan al-Qur’an dan kamilah yang akan menjaganya] (al-Hijr: 9).

Dengan melihat realitas upaya penjagaan al-Qur’an dari masa diturunkan hingga saat ini janji tersebut telah terbukti kebenarannya. Dan tentunya merupakan bukti akan kemukjizatan al-Qur’an yang Pada gilirannya menunjukkan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Sejarah dan realitas membuktikan hal itu dan pantas saja kalau al-Qur’an menantang manusia-manusia congkak untuk membuat surat semisalnya. Adakah ayat-ayat palsu yang katanya nongkrong di Situs Internet itu dihafal dan dipelajari serta dijaga oleh umatnya?

H. Al-Qur’an sebagai Mu’jiyat
Menurut bahasa kata “mu’jizah” berasal dari kata “’ajz” (lemah), kebalikan dari kata “qudrah” (kuasa). Pada dasarnya Mu’jiz itu adalah Allah SWT., yang menyebabkan selain-Nya lemah. Pemberi kekuasaan kepada selain-Nya juga adalah Zat Allah SWT., karena Ia sebagai Penguasa mereka. Sebagai bentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran berita, mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul untuk menentang mu’jiz tersebut, maka huruf “ta” marbuthah ditambahkan kepada kata “mu’’jiz” sehingga menjadi “mu’jizah “. Bentuk mubalaghah ini juga terjadi, misalnya pada kata, “’allamah”, “nassabah”, dan “rawiyah”.
Menurut para Mutakallimln (teolog), mukjizat ialah muncul¬nya sesuatu hal yang berbeda dengan adat kebiasaan yang terjadi di dunia (dar al-taklif) untuk menunjukkan kebenaran kenabian (nubuwwah) para Nabi.
Al-Thusi mendefinisikan mukjizat dengan terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi, atau terjadinya sesuatu yang menggugur¬kan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat kehiasaan, dan hal itu sesuai dengan tuntutan,
AI-Quran ialah mukjizat abadi Nabi Muhammad saw., yang dengannya seluruh manusia dan jin ditantang untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran tersebut, sebuah atau sepuluh surat yang sama dengan surat yang ada di dalamnya. Para ahli balaghah dan para ahli bahasa Arab di antara mereka ternyata tidak mampu membuat sebuah surat pun yang serupa dengan surat yang ada di dalam Al-Quran sehingga akhirnya mereka menggunakan kekuatan dengan berupaya memerangi Rasulullah, menawarkan jabatan dan harta kepada beliau, bukan membuat sehuah surat yang serupa dengan AI-Quran. Allah SWT.
Alqur’an adalah mukjizat terbesar dan yang paling abadi yang diberikan pada Nabi Besar Muhammad saw. Adalah sangat istimewa, mukjizat abadi itu justru merupakan sebuah Kitab, dan dengannya Allah menutup kenabian. Tidaklah mengherankan apabila kemudian Alquran menjadi Kitab yang paling banyak dibaca orang, dikaji, dan ditelaah. Dan sungguh suatu “mukjizat” bahwa kajian-kajian tersebut senantiasa menjadikan semua orang semakin kagum dan ingin mengkaji lebih dalam.
Salah satu dari keutamaan Alquran yang lain adalah seperti seringkali dibicara-kan, yaitu keindahan bahasanya ( Balaghohnya ). Keutamaan yang lain terekam Di era modern ini, para peneliti modern dengan memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi-mengungkap kenyataan baru tentang adanya hubungan makna antara kata-kata tertentu dalam Alquran, yang mempunyai frekuensi penyebutan yang sama banyak hal itu sungguh luar biasa yang tidak akan ada seorang pun yang sanggup membuat yang demikian itu.


DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an al-karim
2. Al-Qur’an dan terjemahnya
3. Khudlori, Muhammad. Tarikh at-Tasyri’ al-Islami.
4. Al-Azami, Prof.Dr.M.M. Sejarah Teks Al-Qur’an.
5. An-Najdi, Dr. Abu Zahra’ . Al-Qur’an dan rahsia angka-angka. 1990. Pustaka Hidayah. Bandung.
6. faidlul khobir. Sayyid Alwi bin Sayyid AbbasAl-Maki
7. Muhammad Syafa’at Robani. Al-Maky wa al-Maday.
8. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. D. Marsan. Leonardo, Aditama M. Surya, Zulkarnain Y, Alam G. Surya. Karya Utama . Surabaya
9. Islam Dihujat. Handono. Hj Irena.

0 komentar:

Popular Posts

Pengikut